Kriti Nalar Sebagai Metode Dakwah Islam


                Kritik nalar dalam istilah filsafat ilmu bias disebut sebagai “kritik epistimologi”, yaitu kritik terhadap metodologi yang melahirkan sebuah ilmu. Oleh karena itu, munculnya kritik nalar merupkan respons ketidakpuasan atas metodologi kajian Islam yang berkembang selama ini. Istilah “kritik epistimologi” dalam kontenks ini ditujukan pada seluruh bangunan keilmuan Islam yang mempunyai dimensi relativisme. Analisis epistimologis dengan mengedepankan kritik harus diterapkan kepada teks, suci maupun profan, historis mauun filosofis, teoogis maupun yuridis, soiologis atau antropologis, terlepas dari kedudukannya atau status kognitifna dalam sebuah tradisi keyakinan, pemilah maupun pemahaman. Muara dari proyek kritik nalar adalah memecah kebekuan postulat-postulat keagamman selama ini berada dalam wilayah yang “tidak dipikirkan” (unthought) yang kemudian menjadi “tidak dapat dipikirkan” (uthinkable). Arkoun merumuskan postulate itu antara lain: 1) ada kontuinitas sejarah antara masa lalu dan masa kii di daerah muslim, sejak masa hidup rasulullah sampai sekarang; 2) Islam di identikkan dengan Negara. 3) islam meruakan kekuatan nomer 1 dan pemberi dorongan.
                Baiklah kita akan memasuki problem tradisi. Tradisi yang dimaksud disini adalah segala sesuatu yang secara asasi berkaita dengan aspek pemikiran dalam peradaban Islam,mulai dari ajaran doctrinal, syariat, bahasa, sastra, seni, dan lain-lain.  Ada dua bentuk pengetahuan mengenai tradisi yang menjadikannya sebagai korpus pengetahuan dale pemikiran Islam.
 Pertama, bentuk tradisional. Bentuk pngetahuan ini mulai dari aspek agama, bahasa, higga sastra.

Kedua, pendekatan orientalis. Dalam pendekatan terdapat 2 aspek yaitu yang pertama korelasi antara orientalisme dan imperalime. Yang kedua aspek yang berkaitan dengan kondisi-kondisi objektif.


EmoticonEmoticon