Selama ini kita maklum, bahwa sebelum
hadirnya dakwah islam yang diusug para wali (wali songo), masyarakat jawa
adalah pemeluk taat agama Hindu dan juga pelaku budaya-budayanya. Tak salah
bila budaya Jawa yang kental dengan nuansa Hindisme sampai sekarang masih di-ugemi (pedomani) sebagian masyarakat
Indonesia.
Mengikis budaya
yang tidak sejalan dengan ajaran agama dan sudah mengakar kuat, tidak semudah
membalikkan telapak tagan. Butuh perjuangan yang ekstra keras tentuya. Oleh
karena itu, dalam meneliti jalan dakwahnya, para walisongo berbeda dalam metode
untuk menggalang masyarakat kala itu menuju jalan kebenaran yang penuh dengan
cahaya islam.
Sebagian dari
mereka memilih jalan dakwah dengan langsung mengajarkan dan menerapkan syariat
islm kepada masyarakat. Budaya dan praktik syirik yang tak sejalan dengan
syariat islam langsung dibabat habis. Prinsip ini dipraktikkan oleh syekh
Jakfar Shadiq (nama asli sunan kudus). Dan adapula yang menggunakan pendekatan
social budaya dengan cara yang lebih halus: dengan cara menggalir mengikuti
tradisi masyarakat tanpa harus terhanyut. Diceritakan bahwa kala itu masyarakat
banyak yang menyukai musik gong (klenengan/karawitan), dan wali pendakwahpun
meliha hobi-hobi mereka sebagai alat dan peluang untuk menyisipkan dakwah
Islam. Dan dikala hati mereka mulai tertarik dan simpatik, disitulah sedikit
demi sedikit syariat Islam diajarkan. Metode semacam ini dipakai oleh sunan
kalijogo.
Perbedaan jalan
dakwah seperti itu tidak perlu diperdebatkan, karna semuanya muncul dari
cita-cita luhur mengislamkan masyarakat yang masih memeluk agama nenek moyang
yang sarat dengan syirik, khufur dan penuh nuansa tahayul dan kurafat.
Sunan Kalijogo
yang menggunakan pendekatan kultural secara
meyakinkan berhasil membawa Islam ke tengah-tengah mereka. Bahkan bisa
dibilang sangat berhasil. Beliau menggunakan wayang untuk menarik minat
masyarakat dating ke masjid. Dan disitulah masyarakat mulai dikenalkan dengan
ajaran Islam, dengan cara mensyarakat wudhu bagi siapa saja yang mau masuk
masjid dan lain-lain.
Diantara yang
sangat menyedihkan hati kami adalah orang yang tidak mau berterimakasih kepada
pendidiknya atau melupakan jasa orang yang mengantarkan dirinya dari tidak
berilmu menjadi berilmu. Dan ukankah walisongo telah berjasa besar atas
dirikita berkat dakwah Islamiyahnya???? Lebih tak bisa dimengerti lagi,
beberapa waktu lalu ada tokoh salafi-Wahabi yang mengaku mantan kiai NU secara tegas dan jelas
mengkafirkan guru dan kiainya di pondok pesantren tepat ia menimba Ilmu agama.
Sungguh fenomena gila yang ditampilkan oleh sekte ekstrem ini! Rasulullah
bersabda yang artinya
“barang siapa
yang tidak mau berterimakasih kepada manusia, maka ia tidak akan berterimakasih
kepada Allah” H.R At-tirmidzi
Semoga Allah memberikan
jalan kebenaran kepada kita semua.
EmoticonEmoticon